Alumni Gontor Dirikan Gerakan NKRI

halopantura.com – Bertempat di Pusdiklat milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) di Sawangan Depok, puluhan alumni Gontor dari berbagai angkatan yang datang dari berbagai daerah, sepakat membentuk dan mendirikan gerakan terorganisir bernama Gerakan Nasionalis Kebangsaan Rakyat Indonesia, disingkat *GNKRI*, tanggal 12 Agustus 2017 lalu.

Ada dua ketetapan penting dalam Musyawarah Besar I tersebut. Pertama, tentang nama. Perdebatan cukup alot antara nama ‘Gontorian’ dan ‘Gerakan’. Akhirnya voting yang dimenangkan pro ‘Gerakan’. Kedua, terpilihnya lima formatur dengan suara terbanyak dan disepakati sebagai Ketua Umum GNKRI yang pertama, yaitu Marbawi A. Katon, lulusan Gontor tahun 1996. Pria tamatan Jurusan Ilmu Politik FISIP UI ini pernah menjabat Koordinator Majelis Pengawas dan Konsultasi (MPK) HMI tahun 2008-2010, kini menjadi Wakil Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka periode 2014-2019

Marbawi menegaskan Gerakan NKRI (GNKRI) sedari awal bukanlah bagian dari tim sukses pilkada atau pilpres, relawan, atau sekoci pemenangan kandidat. Organisasi ini bersifat independen, bukan bagian atau subordinasi kekuatan, kelompok, atau organisasi manapun. Bukan pula, kepanjangan dari atau mengatasnamakan Pondok Modern Gontor, apalagi berseberangan diametral dengannya.

“Sikap dan kebijakan politik Gerakan diambil secara argumentatif-objektif dalam kerangka NKRI, bertanggungjawab, serta untuk kepentingan bangsa dan negara semata. Kita memihaki dengan pemihakan ideologis-strategis”, jelas Marbawi di Sawangan, Depok (20/4/2018)

Marbawi menambahkan, bagi para pemrakarsa dan pendiri GNKRI, yang jadi pegangan utama melangkah adalah Pembukaan UUD 1945 yang merupakan kesepakatan luhur para Pendiri NKRI. Tiga golongan yang melawan Kolonialis Belanda dan Jepang, lalu mendirikan NKRI: Golongan Kebangsaan, Golongan Islam, dan Golongan Kiri ditempatkan setara dalam bernegara. Mereka bukan musuh satu sama lain. Musuh-musuh lain masih banyak di luar ini, misal ekstrimisme, mental kolonial, oligarki, korupsi, dan sebagainya

Semua harus punya tempat yang berimbang, tidak ada monopoli apalagi negasi. GNKRI mengayomi dan berusaha mensintesakan golongan pendiri ini tapi juga melenyapkan anasir destruktifnya untuk mewujudkan NKRI BARU yang lepas dari pola konflik-antagonistik mereka.

Demi NKRI BARU juga, disepakati pula dua agenda pokok yang harus dituntaskan jika NKRI ingin bertahan dan dapat maju. Pertama, agenda kebangsaan (karakter bangsa, kepribadian bangsa, identitas keindonesiaan), yang masih belum bulat. Kedua, agenda keadilan sosial yang semakin jauh akibat ketimpangan sosial ekonomi antar kelas. Dua hal pokok ini harus dikerjakan simultan, tidak boleh parsial, apalagi diskriminatif. Harus kaffah.

Secara keanggotaan, GNKRI bersifat terbuka bagi semua kalangan setelah melalui proses keorganisasian. Sekalipun didirikan oleh santri, tidak kemudian menjadi eksklusif.

GNKRI menjadi Gerakan Nasionalis yang tidak chauvinis, tidak anti kemanusiaan, dan tidak anti agama. Gerakan Nasionalis yang berkebangsaan, berkerakyatan, dan berkeumatan dalam satu tarikan nafas.

Dengan khittah Sentralisme Kebangsaan – Anti Subordinasi, GNKRI menjadi salah satu elemen bangsa untuk secara bersama-sama mewujudkan Indonesia Raya yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur sesuai cita-cita pendiri NKRI sejak Proklamasi 17 Agustus 1945. (*/rilis)

1 Komentar
  1. anita says

    tulisan yang bagus

Tinggalkan Balasan