Alumni Pondok Langitan Gugat PT Semen Indonesia ke PN Tuban

halopantura.com Tuban – Masalah sengketa tanah kembali dialami PT Semen Indonesia pabrik Tuban dengan warga ring I perusahaan.

Warga tersebut adalah Maghfur, salah satu alumni Pondok Langitan yang tinggal di Desa Karanglo, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban. Ia mendatangi kantor PN Tuban untuk menggugat secara perdata perusahaan plat merah tersebut, Rabu, (5/12/2018).

Gugatan itu diduga lantaran perusahaan semen yang bercokol di Bumi Wali Tuban telah mencaplok lahan milik Maghfur yang berada di Desa Sumberarum, Kecamatan Kerek, Tuban.

“Kami datang ke PN untuk menggugat PT Semen Indonesia terkait persoalan tanah, dan mencari keadilan,” ungkap Maghfur kepada wartawan.

Penggugat datang ke PN Tuban bukan seorang diri, tetap didampingi K.H. Maksum Faqih, putra almarhum K.H. Abdullah Faqih, Pengasuh Ponpes Langitan, Widang, Tuban, yang akrab dipanggil Gus Maksum.

Gus Maksum tak sendirian pula, tetapi turun gunung langsung bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Al Hikmah. Sebab, sudah selama 24 tahun tanah penggugat dikuasai PT Semen Indonesia walaupun ahli waris mengaku tidak pernah menjual.

“Kami tidak pernah merasa menjual kepada siapa saja, termasuk pada perusahaan,” jelas Maghfur.

Maghfur menceritakan persoalan itu, dimana  bapaknya Haji Umar, yang dulu pengusaha Palawija memiliki belasan sertifikat tanah. Salah satunya sertifikat No. 50 gambar situasi No. 1436 tahun 1987. Dengan luas tanah 8390 meter persegi. Di Desa Sumberarum, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban.

Kemudian sertifikat tersebut diagunkan di Bank BRI bersama belasan sertifikat hak milik tanah lainnya untuk kebutuhan modal. Posisi agunan berupa sertifikat diambil pada 2007 karena baru dilakukan pelunasan.

“Posisi sertifikat diambil dari Bank BRi tahun 2007, dan setelah itu diperiksakan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tuban, hasilnya pada 27 Agustus 2007 dinyatakan masih sesuai atau masih sesuai pemilik dalam sertifikat,” katanya.

Setelah itu pihak ahli waris melakukan upaya komunikasi ke perusahaan dengan sejumlah cara. Salah satunya mendapatkan tanggapan tertulis dari pihak legal perusahaan. No. 008714/HK/SUP/50045217/2000/09.218 tertanggal Gresik, 12 September 2018. Menyebutkan diantaranya tanah tersebut sudah dibeli perusahaan pada tahun 1991.

Berdasarkan berita acara pembebasan tanah Panitia Pembebasan Tanah Kabupaten Tuban. Dengan kuasa jual dan penerima pembayaran melalui Sadari, salah satu perangkat desa. Atas dasar yang dianggap kuat, melalui surat tersebut perusahaan meminta ahli waris menyerahkan SHM No. 50 tersebut.

“Sertifikat (SHM) masih diagunkan di bank apa bisa dijual tanahnya, kok aneh. Posisi sertifikat masih dinyatakan sah oleh BPN kok tanahnya dikuasai pihak lain. Bahkan pada Agustus 2018 dilakukan cek lapangan dan masih dinyatakan sertifikat tersebut hak milik Haji Umar belum berpindah,” katanya tegas.

Gus Maksum, mendampingi penggugat secara langsung dengan sejumlah alasan kuat. Karena yang bersangkutan adalah alumni Ponpes Langitan yang telah mondok sejak 1989 sampai 1999.

“Jangan sampai masyarakat terdzolimi. Apalagi ini yang dilakukan BUMN yang seharus menjadi garda terdepan dalam mengayomi dan mensejahterakan masyarakat sekitar perusahaannya, bukan sebaliknya. Biar tidak ada kejadian seperti ini lagi,” kata Gus Maksum.

Menanggapi gugatan itu, Kepala Biro Komunikasi PT Semen Indonesia, Sigit Wahono, mengaku perusahaan menghormati seluruh proses hukum yang berjalan. Termasuk, dalam proses pengadaan lahan, Semen Indonesia selalu mentaati peraturan yang berlaku.

“Terkait pengadaan lahan kami sudah mentaati aturan dan ketentuan yang berlaku, kami hormati proses hukum,” terang Sigit. (rohman)

Tinggalkan Balasan