Anggota DPR RI Ning Ema Sapa Petani Bawang Jombang

halopantura.com Jombang – Anggota Komisi IV DPR RI, Ema Ummiyyatul Chusnah atau Ning Ema tidak pernah lelah untuk menyapa konstituennya. Kali ini, dilakukan dengan cara ikut melakukan panen bawang merah yang penanamannya menggunakan biji di Desa Jatigedong, Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur, Kamis (9/9/2021).

Budidaya bawang merah dengan sistem tanam biji di Kabupaten Jombang itu termasuk terobosan baru. Sebab, selama ini para petani melakukan budidaya bawang merah dengan sistem tanam umbi.

“Hari ini saya melaksanakan panen bawang merah di lahan dari KWT (Kelompok Wanita Tani) Jatigedong,” ungkap Ning Ema usai panen raya.

Legislator perempuan dari partai ka’bah tersebut mengatakan, budidaya bawang merah di atas lahan sawah sekitar 5000 meter persegi itu menghasilkan panen yang bagus.

“Petani bisa puas, ibu-ibu juga. Kita juga bergotong-royong bersama-sama membantu untuk melaksanakan panen bawang merah di Desa Jatigedong. Semoga bermanfaat, dan membawa barokah,” kata anggota DPR fraksi PPP asal Kabupaten Jombang tersebut.

Ema berharap, tekhnis atau budidaya bawang merah dengan menggunakan sistem tanam biji itu bisa dikembangkan ke desa-desa lain di Kabupaten Jombang. Sebab, mempunyai nilai ekonomi tinggi.

“Apabila nanti dikembangkan, bisa memberikan nilai ekonomi yang tinggi. Peningkatan ekonomi dimulai dari ibu-ibu. Karena kita juga harus mendukung program pemerintah dalam hal ketahanan pangan dan pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya.

Sementara itu, petani bernama Suroso Wahyudiono (47) mengaku hasil panen bawang merah dengan tekhnis tanam biji membuat dirinya berhasil. Dia menyebut, bawang merah yang dipanen berukuran lebih besar dibanding dengan yang menggunakan tanam dengan umbi.

“Besar-besar, kalau kita lihat beratnya (bobot nya) mungkin lebih berat ini (sistem tanam biji),” ucapnya.

Selain diuntungkan dengan ukuran bawang merah yang lebih besar, Suroso mengaku, nilai jual bawang merah yang dipanen dengan sistem tanam biji juga lebih mahal.

“Ada selisih Rp5 ribu per kilogram, lebih tinggi harganya dibandingkan dengan hasil panen dengan sistem tanam umbi,” katanya. (fin/roh)

Tinggalkan Balasan