Bacabup Tuban Setiajit Akan Bantu Permodalan Koperasi Pesantren

halopantura.com Tuban – Kepala Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Provinsi Jawa Timur, Setiajit menjadi salah satu narasumber dalam seminar yang digelar Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Tuban.

Seminar digelar di Ponpes Al Hikmah Desa Binangun, Kecamatan Singgahan. Tema seminar dalam menghadapi berkembangnya globalisasi dan sosialisasi Undang-undang (UU) pesantren.

Selain Setiajit, narasumber juga datang dari Kemenag Tuban dan PWNU Jatim.

Ketua FKPP Tuban, Kiai Anshori mengatakan pertemuan seperti ini rutin digelar tiap tahun. Diharapkan materi dari tiga narasumber bermanfaat.

Utamanya mendorong SDM santri lebih unggul dari Kepala ESDM Provinsi.

“Pesantren harus paham tentang perekonomian. Harus ada pasar pesantren dan terwujudnya ekonomi mandiri dan SDM unggul dalam memahami regulasi,” harap Kiai Anshori dalam sambutannya, Minggu (24/11/2019).

Dalam kesempatan itu, Setiajit memaparkan usia harapan hidup di Kabupaten Tuban tergolong rendah dibanding kabupaten sekitar. Provinsi Jatim sudah 71 tahun lebih.

Tuban 71,01 tahun, Bojonegoro 71,07 tahun, Lamongan sudah 72,04 tahun, dan Gresik sudah 72,46 tahun.

“Jika kita terus berbuat baik dan memperhatikan pondok pesantren, maka optimis harapan hidup di Tuban semakin bertambah panjang,” terang Setiajit salah satu bakal calon bupati (Bacabup) Tuban yang mengikuti penjaringan lewat PDIP, NasDem, dan Gerindra di Pilkada 2020.

Sementara rata-rata sekolah ini juga terkait pondok pesantren. Apalagi ada pembatasan masuk sekolah baik yang negeri maupun swasta.

Idealnya disilahkan yang ingin masuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan tidak perlu ke SD yang jauh.

Di Tuban ini baru 6,52 tahun rata-rata SMP belum lulus. Jika di desa-desa banyak putus SMP ataupun MTs itu lumrah, oleh karena itu sangat sulit untuk melakukan pengentasan kemiskinan.

Di Lamongan sudah 7,83 persen melampaui SMP, di Gresik sudah 8,96 persen, Bojonegoro sudah 11 persen hampir sesuai wajib belajar.

Padahal wajib belajar sesuai Undang-undang nomor 20 tahun 2009, adalah 12 tahun atau lulus SMA.

Kalau dilihat dari sisi kesehatan, kenapa usia harapan hidup di Tuban baru 71,01 tahun karena jaminan kesehatan masyarakat Tuban baru dicover 43,92 persen.

Jadi kalau di pesantren belum memiliki BPJS lumrah, karena harusnya seluruh santri dicover BPJS.

“Di Gresik sudah 58,72 persen, Bojonegoro 94 persen, Lamongan 96 persen artinya hampir seluruh masyarakat terkover jaminan kesehatan,” bebernya.

Berdasarkan data tersebut menunjukkan jumlah penduduk miskin di Tuban jauh lebih tinggi dibanding kabupaten lain.

Angka tersebut riil bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Angka kemiskinan di Tuban 16, 87 persen.

Pada 10 tahun yang lalu Tuban kemiskinannya lebih rendah dibanding Gresik, Lamongan, dan Bojonegoro. Sekarang masih di rangking lima termiskin di Jatim.

Terus kenapa SDM di Tuban juga cenderung relatif di bawah kabupaten lainnya. Karena leadership itu memiliki pengaruh setidaknya 60 persen dalam keberhasilan pembangunan di daerah.

Demikian pula di pesantren, leadership juga akan menjadikan unggul atau tidak.

Kurangnya kepemimpinan yang visioner itu, bisa jadi daerah kemiskinannya begitu hebat, dan kebodohan rata-rata sekolah yang relatif rendah. Termasuk kepimpinan yang kurang inspiratif, akan sulit menurunkan itu semua.

Kurangnya sinergi misalnya dalam menangani FKPP menjadi sebab kedua. Pemerintah Daerah dan Kemenag harus bahu membahu mendorong kemajuan FKPP.

Jika itu tidak terjadi, maka kebijakannya pesantren dan sekolah swasta harus mandiri.

“Saya akan membantu supaya di pesantren Alhikmah ada koperasi. Supaya koperasi ini bisa bergerak juga akan diberikan sedikit modal usaha. Dari pesantren ini kemudian ke yang lainnya,” janjinya.

Dengan adanya koperasi di pesantren, otomatis induknya ada di FKPP. Sedang pusatnya ada di PWNU.

Jika hal ini terwujud maka kesejahteraan akan membawa pondok pesantren mandiri. Minimal beras, telor dan kebutuhan sehari-hari bisa dikendalikan harganya.

Paling tidak sembilan bahan pokok. Di Tuban sudah ada Balai Latihan Kerja (BLK). Ada program bagaimana santri tidak beli telor melalui pelatihan peternak ayam.

Dari telor bisa dikembangkan sesuai keperluan santri. Selain telor, BLK juga bisa membantu membuat tahu, tempe, dan lainnya.

Setiajit berjanji akan terus komunikasi dengan FKPP, supaya program mana yang bisa digulirkan supaya FKPP Tuban menjadi pilot projek di Indonesia.

Lebih dari itu, potensi pondok pesantren di Tuban sangat luar biasa. Begitupula potensi beras di Tuban mampu menjadi penyangga di Jatim. Tuban, Bojonegoro, dan Lamongan itu penyangga.

Sepanjang 65 Kilometer pesisir Tuban juga banyak potensinya mulai tambang, budidaya ikan, hingga wisata.

Pesantren bisa ikut andil untuk mengelola potensi tersebut melalui FKPP. Satu lagi potensi yang luar biasa adalah pertambangan.

Dideretan Pegunungan Kendeng di Tuban, mengandung pospat, kapur, kalsium bahkan disekitar Singgahan ada pasir silika.

Pesantren boleh mengelolanya, dan Setiajit akan dengan senang hati membantu perijinannya.

Pengasuh dan pengurus pesantren juga didorong menjadikan pondoknya, menjadi wisata religi.

Wisatawan tak sekedar menginap tapi juga bisa mengaji, kuncinya melalui promosi. Apalagi ditambah kuliner, akan menjadikan pesantren jujukan wisatawan. BLK siap memberi pelatihan dan gratis.

“Besarnya potensi SDM, maka diharapkan Tuban harus unggul, sejahtera, dan berkeadilan. Keadilan artinya pesantren baik kecil, menengah, besar harus mendapatkan sesuatu dari negara,” katanya.(mus/roh)

Tinggalkan Balasan