Gerakan Serikat Pekerja Ronggolawe Tuding Keputusan DPK Tuban Cacat Prosedur, Ini Respon Bupati

halopantura.com Tuban – Gerakan Serikat Pekerja Ronggolawe (Gasperr) mendesak Dewan Pengupahan Kabupaten (DPK) Tuban periode 2021 – 2024, dibubarkan dan diganti yang lebih kredibel. Pasalnya, kinerjanya tidak transparan dalam menentukan kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Tuban menjadi Rp 2.539.224,88 di tahun 2022.

Gerakan Gasperr itu dipelopori oleh gabungan dari Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi) Tuban, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Tuban, dan Serikat Pekerja Nasional Tuban.

“Membubarkan Dewan Pengupahan Kabupaten Tuban periode 2021 – 2024 karena cacat prosedur dan terkesan asal tunjuk, dan membentuk kembali Dewan Pengupahan Kabupaten Tuban yang kredibel dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ungkap M. Irham, Ketua DPC Sarbumusi Tuban, Sabtu, (27/11/2021).

Ia menegaskan keputusan besaran UMK Tuban pada tahun 2022 yang dihasilkan dari dewan pengupahan kabupaten cacat prosedur. Karena pembentukannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan terkesan semena-mena dan asal tunjuk.

“Mekanisme pelaksanaan rapat pleno perhitungan UMK  Tuban tahun 2022 juga tidak transparan dan terkesan sembunyi-sembunyi,” tegas Irham.

Tidak transparan itu sampaikan  M Irham melalui adanya pembatalan atau penundaan undangan rapat bagi beberapa Serikat Pekerja atau Serikat Buruh (SP/SB) dengan alasan yang tidak jelas. Pada akhirnya rapat pleno tetap dilaksanakan sesuai jadwal tanpa kehadiran SP/SB.

“Kami menolak keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten Tuban terkait besaran UMK Tuban tahun 2022,” terangnya.

Ia menjelaskan dalam rapat pleno Dewan Pengupahan Kabupaten Tuban pada tanggal 22 November 2021 telah diputuskan besaran UMK Kabupaten Tuban tahun 2022 sebesar Rp. 2.539.224,88. Itu artinya hanya ada kenaikan sebesar Rp. 6.990 dari UMK tahun 2021 yang sebesar Rp 2.532.234,77.

“Kenaikan UMK sebesar Rp. 6.990 sangat tidak manusiawi di tengah kondisi ekonomi yang serba sulit dan harga kebutuhan hidup yang semakin lama semakin tinggi terutama dimasa pandemi seperti saat ini,” terang Irham.

Alasan lainnya, dia kembali menjelaskan apalagi mengingat pada nilai UMK tahun ini tidak ada kenaikan dari tahun 2020 dan buruh sudah menerima dengan legowo. Sehingga, keputusan besaran UMK Tuban sebesar Rp. 2.539.224,88 di tahun 2022 sangat tidak mencerminkan tujuan kebijakan pengupahan seperti diatur dalam Pasal 88 ayat (1) UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Undang-Undang itu menyatakan setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 PP 36 tahun 2021 menyatakan kebijakan pengupahan ditujukan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Gerakan Serikat Pekerja Ronggolawe juga telah berkirim surat ke Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, tertanggal 24 November 2021. Dalam surat itu mereka menolak penerapan formula PP Nomor 36 tahun 2021 dalam penentuan kenaikan UMK Tuban tahun 2022.

“Kita memohon kepada Ibu Gubernur Jawa Timur untuk menolak rekomendasi usulan UMK tahun 2022 dari Bupati Tuban,” terangnya.

Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (DPMPTSP Naker) Tuban, Endah Nurul Komariyati, mengaku tidak ada alasan untuk membubarkan dewan pengupahan. Alasannya, Dewan Pengupahan Kabupaten (DPK) disusun berdasarkan pada ketentuan yang ada.

“Tidak ada alasan, DPK disusun sudah mengacu pada ketentuan yang berlaku,” ungkap Endah Nurul Komariyati.

Pemkab Tuban Berpedoman PP 36/2021

Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky juga angkat bicara terkait persoalan tersebut. Ia mengaku saat ini Pemkab Tuban berpegang teguh pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan.

“Pemkab Tuban saat ini benar -benar berpegang pada aturan yang ada. Aturan yang berlaku adalah PP nomor 36 tahun 2021 dan turunan UU Cipta Kerja,” jelas Bupati Tuban.

Menurutnya, kalau di lihat besaran UMK Tuban tahun 2021 berada di posisi 12 dari 38 Kabupaten/Kota se-Jatim. Artinya, upah minimum itu sudah cukup tinggi jika dibandingkan kabupaten sebelah.

“Kalau nanti ada kajian lagi dari pemerintah pusat, pasti kami akan langsung melakukan penyesuaian-penyesuaian. Tetapi, sekarang kita pegangannya PP Nomor 36 tahun 2021,” jelas Ketua DPD Partai Golkar Tuban.

Pemkab Tuban mengusulkan besaran upah minimum tersebut telah sesuai aturan yang ada. Namun begitu, apa yang menjadi aspirasi teman-teman buruh sudah masuk dalam catatan pemerintah.

“Kita mengusulkan sesuai aturan yang ada. Tetapi, faktor yang disampaikan teman-teman buruh sudah menjadi catatan kita,” terang putra mahkota mantan Bupati Tuban dua periode Haeny Relawati Rini Widyastuti itu.

Lebih lanjut, Bupati Tuban menegaskan Pemkab Tuban benar-benar berpegang teguh pada aturan yang ada, dan tidak mungkin menentang aturan yang sudah berlaku. Tetapi apa yang menjadi aspirasi teman-teman buruh akan disampaikan kepada pihak berwewenang.

“Kita berikhtiar terus untuk menyampaikan hal yang disampaikan teman-teman buruh kepada pihak-pihak yang lebih berwewenang,” pungkasnya. (rohman)

Tinggalkan Balasan