Jaksa Pilih Ajukan Banding Atas Vonis Mantan Bendahara Desa Bunut

halopantura.com Tuban – Tim Kejaksaan Negeri (Kejari) Tuban masih enggan membuka peran Kepala Desa (Kades) Bunut, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban dalam “pusaran” perkara korupsi penyalahgunaan dana Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) setempat.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tuban lebih memilih mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya terhadap Nevi Ayu Indrasari (32), mantan Bendahara Desa Bunut. Dia divonis 2 tahun penjara karena terbukti bersalah melalukan tindak pidana korupsi penyalahgunaan APBDes setempat.

“Jaksa melakukan upaya hukum banding terhadap putusan tersebut,” kata Kasi Intel Kejari Tuban Muis Ari Guntoro, Rabu (22/6/2022).

Langkah banding dilakukan karena jaksa tak sepakat atas putusan majelis hakim Tipikor Surabaya. Salah satu poinnya karena vonis yang dijatuhkan terhadap terdakwa lebih ringan dari pada tuntutan jaksa yakni 4 tahun penjara dan membayar uang pengganti (PU).

“Alasannya perbedaan pasal yang dijatuhkan majelis hakim dengan tuntutan PU,” ungkap Muis panggilan akrabnya.

Selain dihukum, mantan bendahara itu juga dijatuhkan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan. Kemudian ditambah membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 106 juta lebih atau jika tidak dibayar diganti dengan hukum pidana selama 3 bulan penjara.

Modus Pemotongan Pajak Proyek Desa

Kasus tersebut terbongkar setelah ada laporan masyarakat. Kemudian, mantan bendahara itu ditetapkan tersangka oleh tim jaksa penyidik Kejari Tuban, pada tanggal 10 November 2021.

Mantan Bendahara ini diduga melakukan penyalahgunaan dana APBDes Bunut melalui pemotongan pajak proyek selama empat tahun dari tahun anggaran 2016 sampai 2019. Akibat ulahnya itu negara menanggung kerugian sekitar Rp 180 juta berdasarkan hasil audit Inspektorat Tuban.

Baca juga : Pasca Putusan, Kejari Tuban Belum Buka Suara Soal Peran Kades Bunut di Kasus Korupsi APBDes

Baca juga : Kejari Tuban Dalami Peran Kades di Kasus Korupsi APBDes Bunut

Modus operandi, terdakwa saat itu melakukan pemotongan dana di awal berkisar 10 persen sampai 20 persen dari Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) yang melakukan pekerjaan proyek-proyek fisik di desa setempat. Dalihnya, uang potongan tersebut digunakan untuk membayar pajak tetapi disalahgunakan oleh bendahara.

Akibat ulahnya itu, tersangka dijerat pasal berlapis yakni Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor juncto Pasal 18, juncto Pasal 64 KUHP. (rohman)

Tinggalkan Balasan