Jelang Pilkades 2022, Muncul Nama Mantan Kades di Pusaran Sengketa Tanah Wisata Pantai Semilir Tuban
halopantura.com Tuban – Polemik sengketa tanah antara ahli waris Hj. Sholikah dengan pemerintah desa di lahan wisata pantai Semilir, Desa Socorejo, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, kian menyedot perhatian berbagai kalangan. Sebab, Socorejo ini merupakan salah satu desa yang akan mengikuti pelaksanaan Pilkades serentak Kabupaten Tuban digelar pada Kamis, 27 Oktober 2022.
Persoalan itu menjadi perhatian karena nama mantan Kades Socorejo Sufatkur, masuk dalam “pusaran” polemik sengketa lahan tersebut.
Nama mantan kades itu terseret setelah muncul temuan baru yakni lahan sengketa yang berada di timur gerbang masuk dan keluar pantai Semilir itu telah muncul tiga sertifikasi hak milik (SHM) yang dikuasai beberapa pihak. Total luas tanahnya yang telah tersertifikasi itu sekitar 6.000 meter persegi.
Keberadaan SHM tersebut dibeberkan Zubas Arief Rahman Hakim, Kades Socorejo periode 2016-2022. Saat ini, kades petahana itu juga ikut kembali mencalonkan diri pada Pilkades serentak dengan mendapatkan nomor 2 dari 4 calon yang ikut bertarung di pesta demokrasi tingkat desa.
Terbitnya tiga sertifikasi tanah di lahan yang masih sengketa ini telah ada di era kepemimpinan Kades Socorejo Sufatkur, sekitar tahun 2008-2014. Saat ini mantan kades tersebut juga ikut maju sebagai calon kades di pilkades serentak dengan memperoleh nomor urut 1.
“Tiga sertifikasi SHM itu muncul di eranya bapak Sufatkur,” tegas Arief panggilan akrab ketika menjawab perkembangan persoalan sengketa lahan di pantai Semilir, Kamis (29/9/2022).
Ia menegaskan di sebelah timur gapura pantai semilir itu ada 3 sertifikat hak milik yang telah dikuasai oleh beberapa pihak. Pihak-pihak tersebut sudah berkomunikasi dengan pemerintah desa dan memberikan beberapa advice (nasihat).
“Kondisi ini membuat pemerintah desa juga dilematis, karena kami harus menanggapi permintaan dari keluarga almarhum Hj Sholikah, disisi lain pemegang 3 SHM ini berkomunikasi dengan kami dan meminta kami untuk berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku,” tegasnya.
Oleh sebab itu, Arief menjelaskan tidak mungkin pemerintah desa membuat sporadik (pendaftaran tanah di dalam suatu wilayah desa secara individual atau massal, red) di atas sertifikat hak milik orang lain. Sebab, dirinya menegaskan 3 sertifikasi tanah ini muncul di eranya Kades Sufatkur.
“Pada eranya pak Sufatkur muncul tiga sertifikasi, kami kan juga susah ketika sudah muncul sertifikasi hak milik, kemudian pak Frangky (Kuasa hukum ahli waris Hj Sholikah) meminta sporadik. La kami mau bikin bagaimana?,” ungkapnya.
Pemdes Siap Blak-blakan
Makanya, Arief mengaku senang jika persoalan tersebut di bawa ke ranah hukum biar terbuka semua. Sebab, keberadaan wisata semilir ini milik umum bukan untuk kepentingan pribadinya.
“Kalau saya secara pribadi tidak pernah melakukan yang disampaikan beliau (Frangky, red). Karena, semilir itu untuk umum bukan untuk kepentingan pribadi saya,” tegas Arief ini.
Pemerintah desa berharap persoalan tersebut segera selesai dan ada titik terang yang memiliki kekuatan hukum mengikat semua pihak. Termasuk, tidak berlarut-larut.
“Makanya harap saya segera selesai dan tidak perlu berlarut-larut seperti ini, harapan kami seperti itu,” harap Arief.
Sementara itu, Kuasa hukum ahli waris Hj Sholikah, Franky D Waruwu, mengaku tidak mau masuk ke materi terkait lahan milik kliennya yang telah muncul tiga sertifikasi hak milik.
“Masalah SHM atau yang lain kami tidak ada hubungannya disitu,” jelas Franky panggilan akrabnya.
Menurutnya, hubungan dirinya dengan pemerintah desa dan Zubas Arief Rahman Hakim ini adalah terkait pemanfaatan lahan waris milik kliennya. Dimana, lahan tersebut telah di manfaatkan sebagai pintu masuk dan keluar tempat wisata pantai Semilir.
Franky Sebut Ada Unsur Pidana
Selain itu, dirinya juga mengaku lahan yang diakui milik kliennya ini digunakan untuk lahan parkir semilir dan didirikan kios-kios yang disewakan kepada orang lain tanpa izin pemilik tanah alias kliennya. Dengan begitu, Franky melihat hal tersebut ada unsur pidananya yang telah dilaporkan ke Polda Jatim pada 13 September 2022 lalu.
“Itu diduga adanya tindak pidana, karena pemanfaatan lahan tanpa izin dari klien kami. Tidak ada kompensasi sama sekali,” jelasnya.
Ia menyampaikan pihak penyidik Polda Jatim telah datang ke balai desa setempat dan objek perkara untuk memeriksa dan mencocokkan dokumen. Penyidik ini datang disini juga dalam rangka menindaklanjuti laporan Hj Sholikah yang dilayangkan ke Polda Jatim pada 13 September 2022 lalu.
“Agenda hari ini pihak penyidik Polda Jatim mencocokkan dokumen. Serta klien kami adalah merupakan penerus yang sah tanah tersebut sebagai mana yang tercatat di leter c buku desa tanah desa Socorejo,” ungkapnya.
Tim Polda Jatim Pantau Objek Sengketa
Tim Polda Jatim turun ke lapangan dengan melalukan pengecekan dokumen yang menjadi laporan atau aduan masyarakat dari sengketa lahan tersebut. Pengecekan di lakukan di balai desa setempat dan dilanjutkan ke lahan objek sengketa di pantai wisata Semilir.
Kendati demikian, pihak Polda Jatim saat itu masih enggan berkomentar terkait materi tersebut. Salah satu alasannya masih belum waktunya untuk disampaikan ke publik.
Lapor ke Polda Jatim
Pemberitaan sebelumnya, ahli waris Hj. Sholikah melaporkan Pemdes Socorejo, yakni Kepala Desa Socorejo periode 2016-2022 Zubas Arief Rahman Hakim, Bumdes, BPD dan kawan-kawannya ke Polda Jatim. Laporan tersebut diduga terkait pemanfaatan lahan tanpa izin pemiliknya, dan surat dilayangkan pada 13 September 2022 lalu.
Baca juga : Libatkan BPN, Sengketa Lahan di Pantai Semilir Tuban Dilakukan Pengukuran Ulang
Baca juga : Sengketa Tanah Pantai Semilir, Kuasa Hukum Laporkan Kades Socorejo Tuban ke Polda Jatim
Adapun untuk luasan lahan yang disengketakan oleh ahli waris Hj. Sholikah itu sesuai dengan rincian desa, tercatat seluas sekitar 31.400 meter persegi. SPPT atas nama wajib pajak Hj. Sholikah seluas 32.646 meter persegi. (rohman)
[…] Jelang Pilkades 2022, Muncul Nama Mantan Kades di Pusaran Sengketa Tanah Wisata Pantai Semilir Tuba… […]