Kejati Jatim Tahan Pejabat Anak Perusahaan PT INKA
halopantura.com Surabaya – Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, menahan kepala departemen pengadaan PT INKA Multi Solusi (PT IMS), perempuan berinisal HW.
Pejabat anak perusahaan PT INKA itu diduga telah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan barang dengan nilai kerugian sebesar Rp9 miliar.
Penahanan terhadap salah satu pejabat anak perusahaan PT INKA (Persero) tersebut dibenarkan Kepala Kejati Jatim, Mia Amiati.
Mia mengatakan, penyidik Kejati Jatim telah menetapkan tersangka HW berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor KEP-541/m.5/Fd.2/12/2023 tanggal 05 Desember 2023.
“Dan melakukan penahanan selama 20 hari,” ujar Mia, Selasa (5/12/2023) malam.
Mia menjelaskan, PT INKA Multi Solusi (PT IMS) memiliki komposisi permodalan PT INKA Multi Solusi (PT IMS) selanjutnya menjadi PT INKA (Persero) 99,86 persen dan sisanya Yayasan Keluarga Besar INKA sebesar 0,14 persen.
PT IMS pada 2016 dan 2017 melaksanakan pengerjaan atau produksi proyek dari PT INKA tersebut. Dalam proyek itu, dibutuhkan Raw Material/Non-Consumable (bahan baku) dan Consumable (barang habis pakai) untuk produksi, sehubungan dengan barang Consumable.
Terkait hal itu, pada 2016 hingga 2017, PT INKA Multi Solusi (PT IMS) melaksanakan sebagian pengadaan barang Consumable yang dikerjakan oleh penyedia barang perorangan NC dan CV. ARUNDAYA ABADI dengan total pengerjaan berdasarkan pertanggungjawaban yang ditemukan sebesar Rp 14.004.075.353.
“Namun kenyataannya tidak melaksanakan keseluruhan penggadaan dan hanya mengerjakan sebagian kecil pekerjaan di PT IMS,” katanya.
Namun, Kepala Departemen Pengadaan, HW meminta pemilik penyedia barang perorangan NC dan CV. Arundaya Abadi untuk membuat kuitansi serta surat jalan yang digunakan sebagai dokumen pertanggungjawaban terhadap seluruh nilai yang telah dikeluarkan PT IMS ke penyedia barang perorangan NC tersebut.
HW kemudian memberi petunjuk kepada saksi TN agar membuat perusahaan, setelah itu saksi TN dan suaminya yakni saksi HES mendirikan CV. Arundaya Abadi.
Namun, setelah CV. Arundaya Abadi berdiri tersangka HW menyatakan kepada saksi TN bahwa nama penyedia barang perorangan NC akan dipinjam dan digunakan sendiri oleh tersangka HW untuk pengadaan barang/jasa di PT. IMS
“Tersangka HW yang memakai nama penyedia barang perorangan NC untuk pengadaan Consumable di PT. IMS dalam pelaksanaannya sebagian besar tanpa disertai surat permintaan pembelian (SPP), serta tanpa adanya perhitungan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau Owner Estimate (OE) atau Justifikasi yang memadai,” ujarnya.
Mia menambahkan, sehingga harga barang Consumable yang dijabarkan dalam Purchase Order (PO) memiliki nilai selisih harga satuan yang lebih tinggi dari harga satuan di pasaran.
Atas dasar tersebut kemudian HW memesan barang Consumable di perusahaan milik keluarganya yang memiliki kegiatan usaha pengadaan barang sejenis dengan barang Consumable yang diadakan di PT. IMS.
“Bahwa seluruh rangkaian perbuatan dalam peristiwa tersebut diduga mengakibatkan kerugian PT. IMS kurang lebih sebesar Rp9 miliar,” katanya.
Mia menegaskan penyidik Kejati Jatim menjerat tersangka dengan kesatu Primair Pasal 2 ayat (1) Jo.Pasal 18 UU No.31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; Subsidiair : Melanggar Pasal 3 Jo.Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; Atau kedua Pasal 12 huruf i jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. (win/fin/roh)