Kembali Bergejolak, Pengukuran Lahan Kilang Tuban Dapat Perlawanan Warga
halopantura.com Tuban – Proses pengukuran lahan di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, yang rencananya akan digunakan untuk pembangunan kilang minyak Grass Root Refinery (GRR), mendapatkan perlawanan atau penolakan dari sejumlah warga, Sabtu, (22/6/2019).
Puluhan warga menolak adanya pengukuran lahan yang dilakukan petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN). Karena lahan tersebut masih dalam proses hukum di tingkat Mahkamah Agung (MA). Setelah penetapan lokasi (Penlok) Kilang Tuban dinyatakan batal oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jawa Timur.
“Warga sejak awal tidak setuju adanya kilang karena (tanpa kilang,red) sudah nyaman,” kata Muhtadi, Ketua Karang Taruna Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Tuban.
Dalam proses penolakan itu, puluhan warga menghadang petugas BPN yang akan melakukan pengukuran lahan. Serta mereka juga membawa beberapa poster yang bertuliskan “BPN melanggar hukum, kami menolak kedatangan BPN, dan beberapa tulisannya.
“Pengukuran lahan meresahkan warga,” ungkap Muhtadi ketika dihubungi wartawan ini.
Terkait hal itu, M. Triyono, PT. Surveyor Indonesia for GRR Tuban, menyampaikan hari ini proses pengukuran lahan warga di Desa Wadung dan Sumurgeneng dilanjutkan. Namun ada sedikit dinamika warga yang melakukan penolakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh BPN dan Tim Desa.
“Terkait dengan hal itu (penolakan,red) kami sampaikan bahwa bidang lahan yang diukur oleh BPN adalah bidang lahan milik warga yang sudah setuju diukur dan disaksikan serta disepakati oleh warga pemilik lahan yang berbatasan langsung dengan bidang lahan yang diukur BPN,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan untuk itu dimohon kepada semua pihak untuk menghormati perbedaan pendapat setiap warga sebagai hak setiap warga negara dan tidak saling memaksakan pendapatnya. Baik pendapat warga yang setuju lahannya diukur oleh BPN maupun yang masih menolak.
“Kami memahami perbedaan sikap tersebut sebagai sebuah dinamika yang biasa di kehidupan kemasyarakatan di Negara Republik Indonesia,” jelasnya.
Sebatas diketahui, pembangunan mega proyek Nasional itu dengan nilai investasi Rp. 199,3 Triliun.
Didalam Penlok, pengadaan tanah membutuhkan lahan seluas sekitar 841 hektar, berada di lahan Desa Wadung, Sumurgeneng, dan Kaliuntu, kesemuanya berada di Kecamatan Jenu.
Luas lahan itu dengan rincian, luas tanah milik KLHK sekitar 348 Ha, luas tanah masyarakat dan desa seluas sekitar 348 Ha, dan sisanya luas tanah milik Perhutani sekitar 109 Ha. Rencana konstruksi akan dimulai tahun 2020 dan mulai produksi tahun 2024 mendatang.
Ditengah proses pembebasan lahan ini, warga menolak terkait adanya Penlok dan melakukan gugatan. Hasilnya, gugatan warga di kabulkan oleh PTUN tanggal 15 April 2019 dengan perkara Nomor: 29/G/PU/2019/PTUN.SBY.
Tak terima dengan putusan itu, Pertamina langsung mengajukan kasasi. Saat ini masih dalam proses permohonan kasasi yang sudah masuk ke Mahkamah Agung. (rohman)