KPK Geledah Rumah Komisaris Bank Jatim
halopantura.com Surabaya – Sejumlah Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah komisaris Bank Jatim, Budi Setiawan di Perumahan Bilangan Bhakti Husada III nomor 4, Surabaya.
Menurut pengakuan asisten rumah tangga Budi, Amindasah membenarkan adanya sejumlah orang berseragam KPK mendatangi rumah Budi. “Gak tahu berapa orang yang datang pakai seragam KPK, Dari jam 11.00 WIB sampai jam 15.00 WIB,” ujar Amindasah di Kediaman Budi, Kamis (11/7/2019).
Amindasah menuturkan sejumlah orang tersebut mondar-mandir dari satu ruangan ke ruangan lain dengan ditemani majikanya, Budi. “Saya di kamar nggak lihat-lihat, saya nggak tahu apa-apa,” tegasnya.
Tak berselang lama, Orang berseragam KPK keluar dari rumah Budi. Kemudian Budi juga keluar sendirian. Namun Amindasah tak mengetahui kemana Budi pergi.
“KPK pergi, beberapa jam bapak keluar, sendirian, abis Ashar jam 16.00 WIB,” singkatnya.
Sementara itu, Kasubdit Tipikor Polda Jatim AKBP Rama S Putra mengaku tak mengetahui aktivitas tersebut karena belum ada laporan. Pihak Polda Jatim juga tidak meminjamkan ruangan kepada KPK untuk digunakan pemeriksaan.
“Tidak ada itu, ndak ada,” pungkas Rama, Jumat (12/7/2019).
Penggeledahan tim penyidik KPK di rumah mantan Kepala Bappeda Propvinsi Jawa timur, Budi Setiawan, di Perumahan Bilangan BhaktiHusada III nomor 4, Surabaya diduga terkait pengembangan kasus dengan tersangka Supriyanto, Ketua DPRD Tulungagung.
Saat ini, Budi Setiawan menjabat sebagai Komisaris Bank Jatim. Budi juga merupakan pengajar Widyaiswara di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Jatim.
Terkait penggeledahan tersebut, Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkannya. Ia menjelaskan, tim KPK menggeledah lima lokasi di Jawa Timur dalam penyidikan kasus terkait pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD dan/atau APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018.
Adapun penyidikan itu dilakukan untuk tersangka Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Supriyono (SPR).
“Dalam dua hari kemarin, KPK lakukan penggeledahan di lima lokasi di Jawa Timur. Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari proses penyidikan perkara suap terhadap SPR terkait pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD dan/atau APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018,” kata Febri Diansyah.
Febri menjelaskan, pada Rabu (10/7/2019) dilakukan penggeledahan di satu lokasi, yaitu kantor Badan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur. Dari lokasi tersebut disita sejumlah dokumen penganggaran.
Kemudian, kegiatan penggeledahan dilanjutkan pada Kamis (11/7/2019) di empat rumah pribadi sejumlah pejabat yang masih aktif ataupun telah pensiun di BadanPembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur.
Dari empat lokasi tersebut, tim lembaga antirasua menyita dokumen terkait penganggaran dan barang bukti elektronik berupa telepon genggam.
“Penggeledahan dilakukan terkait dengan sumber dana APBD Tulungagung dari Bantuan Keuangan APBD Provinsi Jawa Timur,” ujar Febri.
Supriyono ditetapkan sebagai tersangka kasus pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD atau APBD-P Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018. Dalam kasus itu, Supriyono diduga menerima uang Rp 4,88 miliar.
Uang tersebut diduga berasal dari Bupati Tulungagung 2013-2018 Syahri Mulyo dan kawan-kawan sebagai syarat pengesahan APBD dan/atau APBD Perubahan. Dalam perkara sebelumnya, Syahri Mulyo terbukti menerima suap dari sejumlah pengusaha di Tulungagung.
Dalam persidangan Syahri Mulyo, terungkap adanya uang yang diberikan kepada Ketua DPRD untuk biaya unduh anggaran bantuan provinsi dan praktik uang mahar untuk mendapatkan anggaran baik Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), maupun bantuan provinsi yang dikumpulkan dari uang “fee” para kontraktor untuk diberikan kepada Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung.
Dalam persidangan Syahri Mulyo terungkap bahwa Supriyono menerima Rp 3,75 miliar dengan rincian penerimaan “fee” proyek APBD Murni dan APBD Perubahan selama empat tahun berturut pada 2014-2017 sebesar Rp 500 juta setiap tahunnya atau total sekitar Rp 2 miliar.
Selanjutnya, penerimaan yang diduga untuk memperlancar proses pembahasan APBD, mempermudah pencairan DAK, dan bantuan keuangan provinsi sebesar Rp 750 juta sejak 2014-2018.
Kemudian, “fee” proyek di Kabupaten Tulungagung selama tahun 2017 sebesar Rp 1 miliar. (tar/fin/roh)