KPK Tetapkan Dirut Perum Perindo Tersangka Suap Kouta Impor Ikan

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama (Dirut) Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda sebagai tersangka kasus dugaan suap kuota impor ikan. Selain Risyanto, KPK juga menjerat Direktur PT Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa.

“KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan dua orang sebagai tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (24/9/2019).

Dalam kasus ini, KPK menemukan adanya dugaan alokasi fee Rp 1.300 untuk setiap kilogram ikan yang diimpor. Menurut Saut, Risyanto telah menerima USD 30 ribu untuk keperluan pribadinya dari Mujib Mustofa.

“RSU meminta MMU untuk menyerahkan uang tersebut kepada perantaranya ASL,” kata Saut.

Menurut Saut, Risyanto meminta fee tersebut dari Mujib lantaran Perum Perindo memberikan kesempatan untuk perusahaan Mujib melakukan impor ikan. Padahal, PT Navy Arsa Sejahtera (NAS) merupakan salah satu perusahaan importir ikan yang telah masuk blacklist sejak tahun 2009 karena melakukan impor ikan melebihi kuota.

Saut menceritakan melalui mantan Pegawai Perum Perindo, Mujib berkenalan dengan Risyanto. Mujib kemudian menemui Risyanto dan membicarakan masalah kebutuhan impor ikan. Sekitar bulan Mei 2019 dilakukan pertemuan antara Mujib dan Risyanto.

“Saat itu disepakati bahwa MMU akan mendapatkan kuota impor ikan sebanyak 250 ton dari kuota impor
Perum Perindo yang disetujui Kemendag. Sehingga meskipun kuota impor diberikan kepada Perum Perindo, pada kenyataannya yang melakukan impor adalah PT NAS,” kata Saut.

Saut mengatakan, setelah 250 ton ikan berhasil diimpor oleh PT NAS, kemudian ikan-ikan tersebut berada di karantina dan disimpan di cold storage milik Perum Perindo. Berdasarkan keterangan Mujib hal ini dilakukan untuk mengelabui otoritas yang berwenang agar seolah-olah yang melakukan impor adalah Perum Perindo.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Mujib disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.

Sebagai pihak yang diduga penerima Risyanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (Fachrur Rozie)

sumber: merdeka.com

Tinggalkan Balasan