Kurang Transparan, Warga Sidoarjo Protes Pengembalian Uang Prona

halopantura.com Sidoarjo – Pembagian pengembalian uang yang terkumpul dalam pengurusan program prona tahun 2016, mendapat protes keras dari warga Desa Ploso Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo. Pasalnya, uang yang telah disita oleh kejaksaan dibagi secara tidak transparan.

Memang saat itu, perangkat desa mengundang seluruh RT untuk rapat. Namun saat rapat, ada beberapa RT yang tidak hadir. Selain itu, penyampaian kepada warga juga tidak jelas.

“Pastinya, saya tidak tahu pak. Uang barang bukti (BB) yang keluar dari kejaksaan itu berapa,” ucap Nur Suhud (49) selaku warga, Selasa (5/2/2019).

Dikatakannya, dalam pembagian uang tersebut, ada pemotongan sebesar Rp 250 ribu. Pemotongan tersebut untuk apa, tidak ada kejelasan dan pihak desa kurang transparan kepada warga.

“Kalau ada pemotongan, itu harus dijelaskan. Saya membela warga yang tidak setuju,” ungkapnya.

Pada intinya, warga tidak minta yang aneh-aneh. Awalnya warga dulu membayar Rp 500 ribu, kembali lagi Rp 500 ribu. Kalau ada pemotongan, harus ada rinciannya dan disampaikan ke warga.

“Masalah pemotongan itu, mending dikembalikan ke warga saja. Warga rela di potong hanya Rp. 50 ribu,” tambah Suhud yang juga mantan Ketua BPD.

Terpisah, Yuswo Hidayat salah satu warga mengatakan, dirinya tetap akan mengawal pembagian uang tersebut. Kalau cara pembagiannya tidak benar, maka bisa melaporkan ke pihak yang berwajib.

“Yang dibagikan ke pemohon Rp 300 ribu, ada pemotongan Rp 200 ribu itu katanya untuk panitia,” ungkap adik Kepala Desa Ploso.

Sementara itu, Pj Kepala Desa Ploso Pamudji menjelaskan, sesuai awal rencana memang ada pengembalian uang kepada warga atau pemohon prona. Sebelumnya, sudah dirapatkan melalui BPD dan panitia prona pada saat itu.

Selain dirapatkan, sebagai pemerintah desa juga meminta untuk mendata dengan data nama dari kejaksaan. Setelah itu, kami kroscek ke panitia dan dirapatkan hingga empat kali.

“Yang terakhir, kita rapatkan dengan perwakilan RT hingga disepakati bersama,” paparnya.

Dijelaskannya, sebenarnya bukan dipotong, dan kalau dibagikan penuh itu tidak ada uang seperti itu. Yang Rp 300 ribu itu murni untuk warga atau pemohon, sedangkan yang Rp 200 ribu per pemohon itu untuk menutupi yang tidak bayar.

“Ada warga yang tidak bayar, tapi sertifikat sudah jadi. Datanya ada sama beliau (panitia), kami hanya memfasilitasi saja,” tuturnya.

Keputusan dan saran kami, pengembalian dihentikan sementara. Dengan syarat, segera mungkin untuk merapatkan kembali. Dari perwakilan RT yang sekiranya tidak setuju dengan keputusan sebelumnya, kami akan undang seluruh warga.

“Hasilnya nanti bagaimana, kita rapatkan lagi. Supaya tidak timbul permasalahan dikemudian hari,” pungkasnya. (yan/fin/roh)

Tinggalkan Balasan