Laporan Dicabut, Penipuan Pengisian Perangkat Desa Tetap Bisa Diproses
halopantura.com Bojonegoro – Pihak kepolisian mengamini stidaknya ada tiga alat bukti yang dijadikan sebagai dasar penetapan tersangka kades Kuniran (MYD) dan Kades Sedah Kidul CH dalam kasus dugaan penipuan pengisian perangkat desa di Kabupaten Bojonegoro. Diantaranya keterangan saksi – saksi, alat bukti petunjuk, dan ada pula alat bukti ketiga yaitu keterangan terlapor (terdakwa).
Dalam Pasal 66 ayat (1) Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap 12/2009) disebutkan, status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup, yaitu paling sedikit 2dua jenis alat bukti.
Dalam kasus dugaan penipuan pengisian perangkat desa tersebut, dua saksi korban akhirnya memutuskan untuk mencabut laporannya dan menarik kesaksian. Mereka beralasan sudah ada perdamaian dan ada niat mengembalikan uang dari tersangka.
Namun selain itu ada 22 saksi lain yang juga memberikan kesaksian dihadapan penyidik kepolisian. Dalam hal pencabutan laporan kepolisian oleh korbannya, kasus penipuan itu termasuk dalam delik biasa.
” Iya kasus ini merupakan delik biasa,” ungkap Wakapolres Bojonegoro Kompol Dodon, Kamis, (14/12/2017).
Dalam delik biasa, perkara dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Jadi, walaupun korban telah mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang, penyidik tetap berkewajiban untuk memproses perkara tersebut.
Publik masih menunggu sikap dari pihak kepolisian terhadap pengusutan hingga tuntas kasus dugaan penipuan tersebut. Seperti pada awal adanya laporan dari korban, dimana kerja cepat kepolisian mampu menyeret dua kades menjadi tersangka.
Namun pihak kepolisian sepertinya berpendapat lain, Wakapolres mengatakan, secara sosiologis hukum sudah tercapai keseimbangan keadilan sehingga tidak perlu dilanjutkan. Menurutnya lebih banyak mudhorot yang akan timbul jika kasus dilanjutkan.
” Tujuan hukum sudah tercapai, adanya keadilan dan kepastian hukum, korban sendiri yang meminta agar kasus dihentikan,” ujarnya.
Sementara itu masih banyak fakta yang belum terungkap, dimana sempat disebut ada aliran dana sebesar Rp. 1,2 milyar ke kades sedah kidul CH, dan kepada siapa saja dana itu mengalir. Sedangkan dari dua korban pelapor itu total hanya Rp. 210 juta yang dikembalikan, sisanya belum terungkap.
“Masalah itu memerlukan pendalaman lagi,” pungkasnya. (dian/roh)
wkwkkkk palengo (mungkin) wedi ngglandang carang liyane, mungkin seorang “big boss” wahahahahahahah