Lembaga Wakaf Serahkan Sertifikat Tanah di Konfercab ke-VII NU Tuban
halopantura.com Tuban – Perhelatan konferensi cabang (Konfercab) VII Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tuban diwarnai dengan penyerahan sertifikat tanah wakaf.
Sertifikat tanah wakaf itu diserahkan oleh Lembaga Wakaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama (LWPNU) kepada pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC).
Dua MWC NU yakni Semanding dan Tambakboyo menerima secara simbolis sertifikat tanah wakaf yang ada di wilayahnya. Selain, dua MWC tersebut, sejumlah MWC saat ini juga sedang proses pengurusan sertifikat wakaf di wilayahnya.
Ketua LWPNU Kabupaten Tuban H. Miqdadurridho, SH menjelaskan, saat ini sudah ada ratusan tanah wakaf di bawah naungan NU termasuk Lembaga yang sudah diurus sertifikat wakafnya.
Sebagian di antaranya sudah selesai. Ada beberapa sertifikat tanah wakaf, misalnya sertifikat hak milik, hak guna bangunan maupun hak pakai.
‘’Sudah ada 300 an yang sudah bersertfikat wakaf, dan akan terus bertambah,’’ ujarnya.
Migdadurridho menyebut, persoalan wakaf sering muncul di tengah masyarakat. Bahkan, tak jarang persoalan wakaf itu memunculkan konflik berkepanjangan antarpihak. Masalah obyek tanah wakaf adalah yang sering muncul.
Biasanya, hal itu disebabkan status tanah obyek wakaf yang belum beres.
Sementara, sering terjadi kasus, tanah yang sudah diwakafkan digugat atau diminta kembali oleh ahli waris orang yang mewakafkan (wakif) tanah. Penyebabnya, tanah yang diwakafkan itu belum disertifikatkan sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum.
Sedangkan, ahli waris yang menggugat punya sertifikat atau dokumen pendukung yang kuat.
Pada jaman dulu, lanjut Miqdadurridho, wakaf adalah masalah berbuat baik. Karena perbuatan yang baik, pada jaman dulu, para pemberi wakaf (wakif) tidak mau gembar-gembor atau memviralkan. Perbuatan baiknya dilakukan secara diam-diam.
Ketika akan wakaf, orang jaman dulu langsung datang pada orang yang dipercayai, biasane ke kiai atau tokoh, ada akad dan diterima, ya sesederhana itu. Dan itu sah menurut agama, sudah ada waqif, nadhir atau yang dipasrahi, ada ikrar, ada obyek.
Persoalan muncul ketika orang yang mewakafkan sudah meninggal. Pada jaman dulu harga tanah masih murah dan karena tanahnya banyak maka tidak ada masalah.
Namun, saat sudah turun ke anak, cucu, dan selanjutnya, saat harga tanah mahal dan kebutuhan tanah banyak, bisa terjadi gugatan dari anak, cucu atau ahli waris dari wakif.
‘’Dan kasus seperti ini sering terjadi,’’ ungkap dia.
Karena itu, dibutuhkan pemahaman dan pengetahuan mengenai wakaf. Karena itu lembaga yang dia pimpin terus melakukan sosialisasi. Obyek tanah wakaf misalnya menurut dia sering bermasalah.
Misalnya wakifnya perseorangan, maka tanah yang diwakafkan juga harus hak milik wakif tersebut. Hal itu dibuktikan dengan sertifikat tanah yang akan diwakafkan harus atasnama pemberi wakaf, tidak boleh atas nama orang lain.
Jika masih atasnama orang lain harus dibalik nama dulu. Selain itu, luas tanah yang akan diwakafkan juga harus jelas. Kalau misalnya sertifikat tanah yang akan diwakafkan masih menjadi satu dengan sertitifikat tanah induk, apabila hanya akan diwakafkan sebagian, maka harus dipecah dulu tanahnya.
Untuk hal ini PCNU Tuban sudah Kerjasama atau MoU dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
‘’Terlihat ruwet, sehingga banyak yang bilang mau wakaf saja kok ruwet. Bukan wakafnya yang ruwet, tapi karena persoalan tanah yang akan diwakafkan itu belum selesai.
Maka harus diselesaikan dulu, dan penyelesaiannya itu kadang panjang dan butuh biaya. Itu persoalan sebenarnya, dan ini harus dipahami,’’ tandasnya.(at/fin/roh)