Mendag: Pada 2030 Niaga Elektronik Akan Kuasai Ekonomi Digital Hingga Rp1.908 Triliun
halopantura.com Jakarta – Pandemi Covid-19 menjadi momentum akselerasi transformasi ekonomi digital di Indonesia. Saat ini Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang besar dengan lebih dari 197 juta penduduknya memiliki akses internet. Angka tersebut diperkirakan akan tumbuh menjadi lebih dari 250 juta orang pada tahun 2050.
Momentum pertumbuhan ekonomi digital diperkirakan akan terus tumbuh dan niaga elektronik diprediksi menyumbang 33 persen sebesar Rp 1.908 triliun.
Hal tersebut disampaikan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam diskusi ekonomi virtual Gambir Trade Talk ke-3 mengambil tema ‘Transformasi Ekonomi Digital: Kesiapan Indonesia’, Selasa (12/10/2021).
Menurutnya, jika diukur dari gross merchandise value (GMV), potensi ekonomi digital Indonesia jauh melebihi negara-negara lain di kawasan ASEAN. Pada 2020 lalu, ekonomi digital Indonesia baru berkontribusi sebesar empat persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Pada 2030 mendatang, ekonomi digital Indonesia diyakini akan tumbuh setidaknya delapan kali lipat dan menjadi berkontribusi 18 persen terhadap PDB.
“Niaga elektronik (E-commerce) diperkirakan masih akan menguasai peta ekonomi digital Indonesia pada 2030 dengan kontribusi mencapai Rp1.908 triliun atau sekitar 33 persen. Sementara itu, kontribusi besar lainnya bagi ekonomi digital Indonesia akan bersumber dari business to business, termasuk rantai nilai dan logistik, yang sebesar Rp763 triliun atau 13 persen; online travel sebesar Rp575 triliun atau 10 persen; dan corporate services sebesar Rp529 triliun atau 9 persen,” ungkap Mendag Lutfi.
Untuk mewujudkan transformasi dan akselerasi ekonomi digital Indonesia, Mendag Lutfi menyampaikan bahwa pemerintah sedang mempersiapkan cetak biru yang berfokus pada tiga hal. Pertama, meningkatkan jumlah talenta digital baik di instansi pemerintah, pelaku usaha, dan kalangan akademisi. Kedua, mengakselerasi investasi infrastruktur hingga pelosok Nusantara agar tidak ada kesenjangan digital.
Ketiga, memastikan regulasi dan kebijakan terkait ekonomi digital Indonesia bersifat adaptif, proaktif, dan kolaboratif, selain itu harus memfasilitasi inovasi dan memastikan adanya lingkungan bisnis yang adil dan inklusif.
Gambir Trade Talk ke-3 diadakan Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan. Diskusi kali ini bertujuan memperoleh gambaran serta memahami arah pengembangan transformasi digital Indonesia dari perspektif pemerintah, pelaku usaha, dan investor.
Gambir Trade Talk ke-3 menghadirkan narasumber Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan; Wakil Kepala Badan Pengembangan Ekosistem Ekonomi Digital, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Pandu Adi Laras; anggota Komite Perdagangan Komoditi Digital Kadin dan Founder TaniHub, Pamitra Wineka; Co-Founder & Managing Partner East Ventures, Willson Cuaca; dan Partner, President Commissioner A.T. Kearney, Alessandro Gazzini. Diskusi dimoderatori oleh ekonom the World Bank Group, Maria Monica Wihardja.
Kepala BPPP Kemendag Kasan menyampaikan bahwa transformasi dan adaptasi teknologi digital adalah hal yang mutlak dan tidak dapat dihindari. Bahkan, transformasi ini harus segera diakselerasi dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip kesetaraan dan inklusitivitas bagi seluruh warga negara Indonesia.
“Ekonomi digital telah meningkatkan efisiensi sistem perekonomian global dan menawarkan solusi agar transaksi perekonomian tetap berjalan di tengah pandemi Covid-19. Saat ini ekonomi digital merupakan salah satu komponen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat yang inklusif dan berkelanjutan,” kata Kasan.
Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menyampaikan, pandemi Covid-19 memberi tekanan yang luar biasa pada hampir seluruh aspek perekonomian, namun di saat yang bersamaan membuka peluang luar biasa bagi pelaku usaha yang dapat memanfaatkan fenomena digitalisasi.
“Saat ini terdapat beberapa produk ekonomi digital yang berkembang pesat di masa pandemi Covid-19, antara lain perusahaan rintisan yang terdapat pada industri edutech, healthcare, smart retail, e-commerce, fintech, enabler, cloud kitchen, dan B-to-B,” ujar Willson.
Wakil Kepala Badan Pengembangan Ekosistem Ekonomi Digital Kadin Pandu Adi Laras menambahkan, Indonesia bukan hanya negara dengan pertumbuhan ekonomi digital terdepan di ASEAN, tetapi juga negara dengan nilai ekonomi digital terbesar di ASEAN.
“Indonesia merupakan negara dengan penyumbang perusahaan startup terbanyak di ASEAN dengan jumlah perusahaan lebih dari 2.200 entitas. Laju penetrasi internet di Indonesia telah mendorong pertumbuhan ekonomi digital dan memicu lahirnya wirausahawan di bidang teknologi dan startup,” kata Pandu.
Sementara itu, anggota Komite Perdagangan Komoditi Digital Kadin dan Founder TaniHub Pamitra Wineka memaparkan, pengembangan ekonomi digital di Indonesia memberikan banyak multiplier effect seperti pembukaan lapangan kerja baru dan pemerataan kekayaan.
“Seiring dengan pertumbuhan pesat di area infrastruktur, pemerataan kekayaan diprediksi akan terus terjadi dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan,” kata Pamitra.
President Commisioner A.T. Kearney Alessandro Gazzini menuturkan, saat ini terdapat beberapa hambatan dalam pengembangan ekonomi digital di Indonesia. Tingkat literasi teknologi yang masih rendah menjadi salah satu hambatan utama selain persepsi masyarakat bahwa belanja secara daring lebih mahal karena ongkos kirim serta masalah ketersediaan produk.
“Berdasarkan survei oleh A.T. Kearney, ‘tingkat kemudahan penggunaan’ merupakan hambatan yang paling sering dialami oleh para pelaku usaha dalam mengadopsi teknologi ke dalam usahanya, sebesar 53 persen; diikuti ‘harga dan promosi’ sebesar 44 persen; dan ‘ketersediaan produk’ sebesar 41 persen,” jelas Alessandro.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan yang menjadi salah satu narasumber diskusi menyampaikan peran pemerintah dalam akselerasi ekonomi digital Indonesia melalui regulasi. Ia mengatakan, di balik potensi luar biasa ekonomi digital, terdapat tantangan perdagangan yang memerlukan pengaturan pemerintah. Pemerintah telah menerbitkan beberapa landasan hukum untuk menciptakan iklim berusaha yang sehat, adil, dan bermanfaat.
“Peran nyata pemerintah dalam memaksimalkan potensi serta mengatasi permasalahan dan tantangan dalam pengembangan e-commerce hadir dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik,” kata Oke. (*/at/fin/roh)