Mengintip Peluang Bisnis Produk Bayi di Tahun Depan
Sebentar lagi kita segera memasuki penghujung tahun. Momentum ini bisa dimanfaatkan untuk memulai bisnis. Bisnis apa ya yang bisa dilirik untuk tahun depan?
Bagi yang bingung, bisnis produk bayi sepertinya bisa menjadi pilihan tahun depan. Sebuah lembaga riset, PT Sigma Research Indonesia mencatat, pasar kategori produk bayi dan anak berusia di bawah dua tahun (Baduta) di Indonesia pada tahun 2017 mencapai Rp 88,1 triliun.
“Pasar terbesar adalah produk toiletries sebesar Rp 22,4triliun (25,4%), disusul produk rekreasi sebesar Rp 14,9 triliun (16,9%), kemudian produk susuformula/UHT sebesar Rp 14,8 triliun (16,8%), dan produk diaper sebesar Rp 14 triliun (15,9%),” kata Direktur PT Sigma Research Indonesia, Nurjannah Andi Lemmung dalam laporan yang diterima detikFinance, Minggu (10/12/2017).
Nurjannah menyampaikan, besarnya populasi bayi dan anak berusia dua tahun (Baduta) di Indonesia membuat segmen pasar produk Baduta menjadi segmen pasar yang potensial dan sangat menarik untuk digarap.
Pada tahapan Baduta orangtua cenderung memanjakan anak dengan memberikan produk berkualitas terbaik untuk anak mereka, terutama para ibu baru (newly moms).
Peluang segmen pasar Baduta Indonesia semakin menggiurkan, karena diiringi dengan besarnya peningkatan jumlah kelas menengah yang dikenal gemar berbelanja.
Populasi kelas menengah ke atas dengan pengeluaran di atas Rp 3 juta per bulan mencapai 66,31% dari total penduduk di Indonesia.
“Data besarnya segmen pasar produk Baduta tersebut diperoleh dari Studi Perilaku Belanja Ibu dengan Anak Di Bawah Dua Tahun atau Moms and Baby Survey (MBS 2017) yang dilakukan oleh PT Sigma Research Indonesia,” kata dia.
Studi tersebut dilaksanakan belum lama ini di 11 kota besar di Indonesia, melalui riset deskriptif secara kuantitatif dengan kuesioner terstruktur dan wawancara tatap muka pada 800 orang ibu yang memiliki anak di bawah usia dua tahun (Baduta) dari kelompok pengeluaran kelas menengah ke atas (SES ABC).
Perilaku belanja via media sosial
Nurjannah menambahkan, selain untuk memperoleh gambaran tentang perilaku belanja, tujuan dilakukannya studi adalah juga untuk mendapatkan gambaran tentang penggunaan media sosial para ibu yang memiliki bayi dan anak di bawah usia dua tahun (Ibu Baduta).
Mengapa perilaku penggunaan media sosial penting untuk diketahui? Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi, saat ini keberadaan internet yang canggih merupakan sebuah solusi yang memberikan semua kemudahan dan kenyamanan.
Salah satu aktifitas online yang banyak dilakukan para Ibu adalah mengakses sosialmedia dan chatting.
“Tak hanya remaja, sosial media yang dimiliki oleh para Ibu Baduta juga terbilang besar. Facebook merupakan akun media sosial yang paling banyak Ibu Baduta miliki, dengan persentase mencapai hingga 88,6%. Akun media sosial berikutnya yang juga banyak Ibu miliki adalah Whatsapp (80,9%), Instagram (50,7%), Line (50,7%) dan Google+ (47,4%),” terang Nurjannah.
Nurjannah mengatakan, penggunaan internet dalam memperoleh informasi dan berkomunikasi oleh para Ibu Baduta di Indonesia sudah menjadi hal yang lumrah dan cukup tinggi frekuensi penggunaannya.
Perangkat smartphone dan laptop merupakan 2 perangkat digital yang paling populer dan dipakai oleh Ibu Baduta. Kepemilikan smartphone paling tinggi, dimana 91,0% Ibu Baduta memilikinya dan 33,4% ibu Baduta memiliki laptop. Para Ibu Baduta tersebut menggunakan
Perangkat digital yang mereka miliki untuk berkirim pesan dengan sms (100%), menelefon (100%), berkirim pesan melalui aplikasi chatting seperti whatsapp, line atau lainnya (81,3%), browsing internet (89,6%) dan bersosial media dengan facebook, instagram atau lainnya (87,5%).
“Dibandingkan dengan studi yang kami lakukan pada 2015 lalu, penggunaan media sosial Indonesia oleh ibu Baduta sedikit mengalami penurunan di tahun 2017, dari 84,9% menjadi 82,9%. Sementara penggunaan aplikasi chatting meningkat tipis, dari 81,0% menjadi 83,6%,” sebut dia.
Meski menurun, media sosial banyak digunakan oleh ibu baduta yang berperan sebagai rumah tangga (84,0%) di kelas menengah atas (SES AB) dengan usia sekitar 26-35 tahun (85,1%), yang justru berperan sebagai “decision maker” dalam pembelanjaan rumah tangga, khususnya dalam hal membeli perlengkapan bayi (Baduta).
“Kami menemukan rata-rata belanja online ibu Baduta dalam membeli produk bayisebesar Rp 172.000 setiap kali transaksi,” ungkap Nurjannah.
Nurjannah melanjutkan, perilaku belanja online dan tingginya penggunaan media sosial dapat dimanfaatkan oleh produsen produk baduta untuk memasarkan dan memperkuat branding imageproduk mereka.
Media Sosial adalah salah satu dari beberapa solusi untuk melibatkan antara merek (produk) dengan pelanggan.
Keterlibatan antara merek dengan pelanggan di sini adalah tentang bagaimana menciptakan percakapan dan mendorong pelanggan untuk berkomunikasi dengan bisnis guna membangun hubungan dengan mereka.
Sejalan dengan pertumbuhan pengguna media sosial di Indonesia yang mencapai 34% pada2017, yang lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan global (20%), dewasa ini banyak orang Indonesia menggunakan media sosial untuk memperoleh informasi tentang sebuah merek.
“Oleh karenanya, produsen dapat memanfaatkan media sosial untuk membantu pelanggan mereka. Sprout Social juga menemukan bahwa bersikap responsif terhadap media sosial akan mendorong pelanggan untuk membeli, sementara mengabaikan pelanggan menyebabkan berkurangnya loyalitas mereka terhadap suatu merek,” kata Nurjannah. (dna/dna)
sumber : https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3762808/mengintip-peluang-bisnis-produk-bayi-di-tahun-depan