Pembangunan Kilang Minyak di Tuban Apakah Benar Diperlukan?
Oleh: Aditya Firman Baktiar*
halopantura.com – Tahun 2019 nampaknya akan menorehkan sejarah baru bagi salah satu kabupaten di pesisir pantai utara Jawa yang memiliki julukan sebagai Bumi Wali yakni Kabupaten Tuban. Bagaimana tidak, proses sosialisasi pembangunan kilang minyak yang katanya terbesar di Indonesia dan diklaim mampu mengurangi impor minyak secara signifikan telah dimulai.
Namun sayangnya sosialisasi ini disambut penolakan oleh warga yang terdampak dari adanya pembangunan kilang minyak tersebut. Penolakan tersebut didasari ketakutan warga akan keberlangsungan mata pencaharian utama mereka yang sebagian besar merupakan petani. Lantas apakah sebenarnya kilang minyak ini benar-benar diperlukan oleh Kabupaten Tuban dan Indonesia sementara sektor pertanian menyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang lebih besar di Kabupaten Tuban? Dan seperti apakah potret produktifitas sektor pertanian di Kabupaten Tuban? Serta apakah kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah untuk memajukan potensi Kabupaten Tuban tanpa mengesampingkan kepentingan bersama?
Sumbangan sektor pertanian vs sektor pertambangan terhadap PDRB Kabupaten Tuban tahun 2018.
Berdasarkan data yang diterbitkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam terbitannya Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tuban menurut Lapangan Usaha 2014-2018, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan Kabupaten Tuban dari tahun ke tahun selalu menempati posisi kedua sebagai penyumbang PDRB terbesar setelah lapangan usaha industri pengolahan.
Sementara lapangan usaha pertambangan dan penggalian menempati posisi lima sebagai penyumbang PDRB terbesar di Kabupaten Tuban. Pada tahun 2018 lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan menghasilkan PDRB atas dasar harga berlaku sebesar Rp 12.210.971 sementara pertambangan dan penggalian (dalam hal ini termasuk didalamnya pertambangan minyak) menghasilkan PDRB sebesar Rp 5.623.912.
Jika dilihat dari sumbangannya terhadap PDRB di 2018 sektor lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan menyumbang sebesar 20,07 persen sementara lapangan usaha pertambangan dan penggalian hanya menyumbang sebesar 9,24 persen. Dari data tersebut saja tentu terlihat bahwa sektor pertanian nampaknya lebih menguntungkan dibandingkan dengan sektor pertambangan.
Potret produktifitas sektor pertanian Kabupaten Tuban
Sudah bertahun-tahun lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan menjadi penopang utama kehidupan masyarakat di Kabupaten Tuban. Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, jumlah pekerja di bidang pertanian, kehutanan dan perikanan di Kabupaten Tuban tahun 2013 adalah sebesar 288,1 ribu pekerja.
Sementara itu dari sumber yang sama dapat diketahui jika jumlah angkatan kerja di Kabupaten Tuban tahun 2013 adalah sebesar 617,4 ribu pekerja. Ini berarti lapangan usahan pertanian, kehutanan, dan perikanan menyerap sebagian besar angkatan kerja di Kabupaten Tuban yaitu mencapai 46,66 persen.
Dari data Kabupaten Tuban Dalam Angka yang diterbitkan BPS produksi padi meningkat dari 546 ribu ton pada 2015, naik menjadi 584 ribu ton di 2016. Berikutnya di 2017 menjadi 589 ribu ton dan melonjak menjadi 634 ribu ton pada 2018. Kecamatan yang menjadi kantong produksi padi terbesar di Kabupaten Tuban adalah Kecamatan Plumpang dengan produksi padi sebesar 87.526 ton.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Tuban, di tahun 2018 Kabupaten Tuban mengalami surplus beras mencapai sekitar 241 ribu ton. Sementara jika dilihat secara rata-rata selama lima tahun terakhir Kabupaten Tuban mengalami surplus sebesar 207 ribu ton.
Urgensi kebutuhan minyak di Indonesia hingga perlu impor
Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian di tahun 2014 kebutuhan BBM Indonesia mencapai 1,5 juta barrel per hari (bph). Sementara minyak mentah yang diproduksi dalam negeri sekitar 820 ribu bph. Sehingga sisanya harus dipenuhi melalui kegiatan impor, baik berupa minyak mentah maupun BBM.
Dari data BPS tahun 2019, nilai impor minyak Indonesia selalu mengalami kenaikan selama tiga tahun terakhir. Pada 2016 nilai impor untuk minyak adalah sebesar US$ 17 miliar lalu nilai ini naik menjadi US$ 21,6 miliar di 2017 dan kembali mengalami kenaikan menjadi US$ 26,8 miliar di 2018. Untuk mengurangi nilai impor tersebut salah satu langkah yang dilakukan pemerintah adalah dengan membangun kilang minyak di Kabupaten Tuban. Kilang minyak ini direncanakan mampu memproduksi minyak sebanyak 300 ribu bph sehingga mampu mengurangi nilai impor sebesar US$ 14 miliar.
Kebijakan yang perlu diambil pemerintah Kabupaten Tuban
Sektor pertanian telah lama menjadi penopang hidup utama masyarakat di Kabupaten Tuban. Selain itu sektor ini juga menjadi penyumbang PDRB terbesar setelah sektor industri. Namun dengan adanya urgensi akan kebutuhan minyak nasional, pemerintah memerlukan solusi selain melakukan impor yang justru akan terus membuat neraca perdagangan nasional terus mengalami defisit.
Salah satu solusi tersebut adalah melakukan pembangunan kilang minyak di Indonesia, khususnya di wiliayah Kabupaten Tuban. Dengan segala potensi yang dimiliki sektor pertanian di Kabupaten Tuban hendaknya pemerintah daerah tidak meninggalkan sektor utama penopang hidup masyarakat Kabupaten Tuban dan terus memajukan sektor ini disamping juga membantu memenuhi kebutuhan minyak nasional. (*pembaca halopantura)