Pupuk Sintetis dan Ketergantungan Penggunaannya

Oleh : Risma Tri Fadhiasari*

halopantura.com – Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian. Pertanian menjadi tulang punggung perekonomian negara indonesia. Kondisi iklim dan sumber daya alam yang mendukung juga membuat pertanian di Indonesia mengalami kemajuan seiring berjalannya waktu.

Sejak masih dikerjakan manual menggunakan tenaga hewan dan manusia, hingga kini menggunakan alat dan teknologi canggih. Keberhasilan perkembangan sektor pertanian dapat dilihat dari peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian.

Untuk meningkatan produktivitas dan kualitas, maka dilakukanlah beberapa upaya seperti  penggunaan pupuk dan bibit unggul.

Pupuk merupakan suatu zat yang ditambahkan pada tanah untuk mempercepat pertumbuhan tanaman. Salah satu jenis pupuk yang marak digunakan petani di bidang pertanian dan perkebunan adalah pupuk sintetis atau pupuk buatan.

Pupuk buatan merupakan pupuk mineral yang diproduksi oleh pabrik pupuk dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga dapat menjadi nilai jual yang tinggi. Pupuk buatan memiliki berbagai macam jenis tergantung dari kandungan unsur pupuknya.

Namun hal tersebut menimbulkan ketergantungan bagi para petani akan penggunaan pupuk sintetis. Kondisi ini semakin memprihatinkan karena para petani indonesia sudah puluhan tahun ketergantungan pada pupuk sintetis.

Pemerintah harus segera mengurangi ketergantungan itu dengan pendampingan petani agar beralih kepada pupuk organik. Sampai saat ini sebagian besar petani Indonesia nyatanya masih menggunakan pupuk kimia dalam mengolah lahan pertaniannya karena ketersediaan pupuk tersebut yang cukup banyak sehingga mudah diperoleh.

Tak terlepas dari dampak yang ditimbulkan, penggunaan pupuk sintetis secara terus-menerus dapat menimbulkan bahaya bagi lahan pertanian, karena dapat merusak tanah dan mengganggu keseimbangan unsur hara yang ada di dalamnya.

Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Salah satu fungsi tanah yang cukup penting adalah sebagai penyimpan cadangan air.

Namun, seiring berjalannya waktu, kondisi tanah perlahan mengalami penurunan kualitas. Penurunan kualitas tanah merupakan salah satu masalah yang cukup serius, mengingat fungsi tanah yang cukup penting bagi kehidupan manusia.

Dampak buruk lainnya dari pupuk sintetis adalah dapat membunuh mikroorganisme yang berperan penting bagi pertumbuhan tanaman, dan dapat menghambat pembusukan senyawa organik yang dibutuhkan tanaman.

Padahal, banyak pula petani sukses di indonesia tanpa harus menggunakan pupuk sintetis. Namun karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan petani terkait pupuk organik merupakan salah satu akar masalah mengapa petani Indonesia masih bergantung pada penggunaan pupuk sintetis dan merupakan alasan terjadinya degradasi lahan akibat penggunaan berlebihan pupuk sintetis.

Misalnya, masih banyak petani yang percaya bahwa pupuk organik membuat hasil tani kurang produktif, sehingga beralih ke pupuk kimia. Padahal, pupuk alami sudah bisa memberikan kuantitas dan kualitas yang sama dengan pupuk sintetis.

Memang, pupuk organik membutuhkan lebih banyak pupuk agar tanaman dapat tumbuh efektif dan membutuhkan waktu lebih lama agar bereaksi dengan tanaman dibandingkan pupuk sintetis. Namun, permasalahan reaksi antara pupuk organik dengan tanaman dapat diatasi melalui teknologi pertanian.

Selain itu, nilai penghematan ekonomi dari pemakaian pupuk organik setimpal dengan kebutuhan tenaga kerja yang lebih besar. Pemahaman yang tidak utuh terhadap pupuk organik mendorong pemerintah untuk memprioritaskan kestabilan produksi melalui subsidi pupuk sintetis. Subsidi ini membuat pupuk sintetis lebih terjangkau, meskipun masih relatif lebih mahal dibandingkan pupuk organik.

Sebaliknya, ketersediaan pupuk organik berkualitas pun belum merata, sehingga petani lebih memilih pupuk sintetis bersubsidi. Petani sebenarnya dapat belajar cara mengolah pupuk organiknya sendiri dari kotoran binatang hingga limbah pertanian agar tidak perlu bergantung dengan pasokan yang ada di pasaran.

Lebih lanjut, petani yang ingin berpindah ke pupuk organik juga belum memiliki jaminan pasar. Pasar organik saat ini masih eksklusif dan produknya dicap sebagai produk yang sulit didapat dengan kuantitas kecil. Reputasi dan ketidakpastian pasar organik ini pun mengecilkan hati petani untuk beralih ke pupuk organik.

Isu mengenai pembatasan pupuk sintetis ini pun dengan cepat menjadi perbincangan di sejumlah kelompok petani. Meski terdapat pro dan kontra, namun pemerintah berpendapat rencana pembatasan pupuk subsidi merupakan sebuah langkah yang efektif. Pembatasan juga dapat membebani para petani yang sudah bergantung pada penggunaan pupuk sintetis, tentu tidak mudah diubah dalam waktu singkat. Hal lainnya yang mesti dijalankan pemerintah adalah mencari cara agar perlahan dapat mengurangi atau menghilangkan ketergantungan petani terhadap pupuk subsidi.

Seperti misalnya membantu petani dalam menyediakan pupuk organik, memberikan penyuluhan mengenai tata cara pembuatan pupuk organik, dan menjamin pendistribusian penjualan hasil pertanian. (*)

*Mahasiswi Semester 2 Universitas Sunan Bonang Tuban.

Tinggalkan Balasan