Tolak Pembangunan Kilang, Warga Tuban Gelar Istighosah Bersama

halopantura.com Tuban – Ratusan warga dari Desa Wadung, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban menggelar istighosah dan do’a bersama di Masjid Al-Mubarok, di desa setempat, Minggu malam, (13/1/2019).

Istighosah bersama itu sebagai bentuk penolakan rencana pembangunan proyek kilang minyak kerjasama antara PT Pertamina (Persero) dengan perusahaan Migas asal Rusia, Rosneft Oil Company di wilayah Kecamatan Jenu.

“Istighosah ini, sebagai doa agar pembangunan kilang minyak tidak dilakukan di Tuban,” kata Sasmito, Kepala Desa (Kades) Wadung usai mengikuti do’a bersama warga.

Menurutnya, warga mendoakan agar pemerintah bisa memberikan keputusan yang baik supaya pembangunan kilang minyak tidak di Tuban. Karena keberadaannya tidak akan memberikan kesejahteraan buat warga, khususnya warga Wadung.

“Tanpa adanya kilang minyak warga disini sudah sejahtera, makanya warga sepakat menolak ada pembangunan kilang minyak di Tuban,” ungkap Sasmito.

Kegiatan istighosah itu juga tindak lanjut paska Pertamina menggelar sosialisasi dan konsultasi publik bersama warga dalam rangka pembangunan kilang minyak NGRR, dilaksanakan di balai Kecamatan Jenu, Rabu, (9/1/2019). Hasilnya, warga menolak dan bersikukuh tidak akan menjual tanahnya untuk pembangunan kilang minyak.

“Semua warga telah sepakat tidak akan menjual tanahnya untuk pembangunan kilang minyak, karena trauma kejadian tahun 1986 silam,” jelas Kades Wadung.

Peristiwa orde baru kala itu masih menyelimuti warga sampai saat ini. Sebab, saat itu warga dipaksa menjual tanahnya untuk kebutuhan Industri, walaupun secara administrasi pembayaran diselesaikan.

“Orde baru saat itu, warga kami dipaksa menjual tanahnya, peristiwa itu jangan sampai terjadi kembali di desa ini,” ungkapnya.

Akibat kebijakan rezim Soeharto itu, Desa Wadung harus kehilangan satu dusun, yakni Mblarak. Karena lahan seluas sekitar 226 hektar itu dibeli secara paksa untuk kebutuhan perusahaan PLTU, dan menjadi lahan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Wadung dulu memiliki Dusun Mblarak, tetapi sekarang sudah hilang, itu juga menjadi alasan kenapa sampai saat ini warga masih menolak pembangunan kilang,” terang Sasmito.

Baca : https://www.halopantura.com/trauma-orde-baru-berimbas-penolakan-pembangunan-kilang-di-tuban/

Hal sama juga diungkapkan Suwarno, salah satu tokoh pemuda di desa setempat. Ia mengaku adanya kilang minyak membuat warga semakin sengsara karena lahan yang akan dipakai untuk kilang adalah lahan pertanian produktif.

“Tanahn kami tidak untuk pembangunan kilang, kita menolak” terang Suwarno ketika berada di Masjid Al Mubarok.

Sebatas diketahui, lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan kilang rosneft di wilayah Kecamatan Jenu, Tuban sekitar seluas 841 hektar. Terdiri dari lahan milik KLHK seluas 348 hektar, tanah masyarakat sekitar 384 hektar, dan tanah Perhutani 109 hektar

Kilang minyak Tuban itu nantinya memiliki kapasitas produksi 300 ribu barel per hari. Perencanaan pembangunan kilang minyak Tuban akan menggunakan konfigurasi petrokimia (terintegrasi dengan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama).

Dimana, Pembangunan kilang Tuban oleh Pertamina dan Rosneft diperkirakan akan menelan biaya sekitar US$ 15 Miliar. (rohman)

Tinggalkan Balasan