Trauma Orde Baru, Berimbas Penolakan Pembangunan Kilang di Tuban

halopantura.com Tuban – Pembangunan proyek kilang minyak kerjasama antara PT Pertamina (Persero) dengan perusahaan Migas asal Rusia, Rosneft Oil Company, di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, dipastikan molor. Pemicu utama dikarenakan warga masih bersikukuh tidak akan menjual tanahnya untuk proyek Nasional tersebut.

Para warga sepakat tidak mau menjual tanahnya lantaran masih trauma dengan adanya perusahaan besar di sekitar wilayahnya, seperti PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), tetapi tidak memberikan dampak positif bagi kesejahteraan warga sekitar.

“Warga menolak pembangunan kilang, karena adanya perusahaan (TPPI dan PLTU, red) tidak mampu menyerap tenaga lokal secara maksimal,” kata Sasmito Kepala Desa (Kades) Wadung, Kecamatan, Jenu, Tuban, Jum’at, (11/1/2019).

Selain itu, Sasmito pun menjelaskan peristiwa orde baru pada tahun 1986 sila juga membuat sebagian warga masih trauma jika tanahnya dijual untuk pembangunan Kilang. Sebab, saat itu warga dipaksa menjual tanahnya untuk kebutuhan Industri, walaupun secara administrasi pembayaran diselesaikan.

“Pembayaraan (lahan,red) saat sudah selesai, tetapi sedikit dipaksa,” terangnya.

Akibat kebijakan zaman Soeharto itu, Sasmito menceritakan, Desa Wadung harus kehilangan satu dusun, yakni Mblarak. Karena lahan seluas sekitar 226 hektar itu dibeli secara paksa untuk kebutuhan perusahaan PLTU, dan menjadi lahan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Warga masih trauma peristiwa orde baru, itu juga menjadi alasan kenapa sampai saat ini warga masih menolak pembangunan kilang,” terang Sasmito.

Menurutnya, warga tidak mau menjual tanahnya dikarenakan lahan disana produktif , dan sebagai sumber mata pencaharian utama bagi petani. Begitu pula, jika perusahaan telah berdiri seperti PLTU, warga sekitar hanya sebagai tenaga kasar, dan untuk operator diisi orang jauh.

“Dampaknya hanya debu, termasuk TPPI hampir sama,” keluh Kades Wadung itu.

Dengan adanya penolakan itu, Edy Wurjanto, Projek Koordinator New Grass Root Refinery Tuban (kilang Tuban,red) mengatakan, proyek strategis itu harus molor dari jadwal yang seharusnya dimulai 2016 dan selesai 2021.

 “Jika tidak ada masalah, pada tahun 2021 sudah beroperasi, tetapi ini mundur. Dampaknya Indonesia harus mengimpor BBM dari luar. Seharusnya dengan adanya kilang itu bisa mengurangi impor atas kebutuhan minyak dalam negeri,” terangnya.

Pemberitaan sebelumnya, Pertamina menggelar sosialisasi dan konsultasi publik dalam rangka pembangunan kilang minyak NGRR, salah satu titik dilaksanakan di balai kecamatan setempat, Rabu, (9/1/2019).

Dalam kegiatan itu warga masih tetap menolak terkait adanya pembangunan kilang dengan alasan tidak mau menjual tanahnya.

Baca : https://www.halopantura.com/ditolak-warga-pertamina-optimis-kilang-minyak-berdiri-di-tuban/

Menanggapi hal itu, Rustam Aji Humas Pertamina Marketing Operational Region (MOR) V, mengatakan penolakan awal ini merupakan dinamika dalam proses pembangunan kilang minyak. Setelah ini, pihaknya akan mendalami terkait adanya penolakan dengan melakukan pendekatan bersama warga. (rohman)

Tinggalkan Balasan